Home
Berkah Puasa
Ramadan
Ramadan Update
Hukum Muntah Ketika Berpuasa, Pahami dengan Benar


Ilustrasi Mual dan Muntah Credit: shutterstock.com


timurpost.id - Puasa diartikan tidak hanya sekadar menahan lapar dan haus dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Dalam aturannya, ada perkara-perkara yang dapat membatalkan puasa selain makan dan minum. Salah satu perkara ini adalah muntah.


Muntah adalah pelepasan isi perut yang kuat. Muntah terkadang bisa tak terkendali dan datang secara tiba-tiba. Muntah bisa disebabkan oleh banyak hal seperti makan berlebihan, asam lambung, gangguan pencernaan, dan penyakit tertentu. Orang yang muntah bisa batal puasanya dengan sejumlah kriteria.


Apakah muntah membatalkan puasa atau tidak, hukumnya tergantung apakah sengaja atau tidak. Berikut hukum muntah saat puasa, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (3/5/2021).


Hukum muntah saat berpuasa bisa dilihat dari hadis Rasulullah yang berbunyi:


"Barangsiapa muntah dengan tidak sengaja, jika ia sedang berpuasa maka tidak wajib qadha atasnya. Dan barangsiapa muntah dengan sengaja maka wajib qadha."


Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadis ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih.


Dalam hadis ini disebutkan bahwa muntah yang tidak disengaja, maka puasanya tidak batal. Sementara muntah yang disengaja akan membuat puasanya batal.


Muntah yang tidak membatalkan puasa adalah muntah yang keluar secara tidak sengaja. Muntah ini merupakan muntah yang tidak bisa dikendalikan dan bahkan disebut sebagai muntah yang menguasai diri. Jadi muntah yang terjadi secara tidak disengaja hukumnya adalah sah untuk berpuasa.


Selain itu, muntah yang tidak membatalkan puasa juga bisa meliputi muntah yang bergerak turun kembali dengan sendirinya. Artinya, jika muntahan bergerak kembali ke tenggorokan seseorang dengan sendirinya, maka puasanya tidak batal. Intinya, jika seseorang akan muntah, tapi berhenti di pangkal tenggorokan dan belum sampai ke mulut, maka puasanya tidak batal.


Muntah yang membatalkan puasa adalah muntah yang terjadi secara sengaja. Jika seseorang muntah dengan sengaja, maka ia membatalkan puasanya dan harus menggantinya pada hari lain. Muntah dengan sengaja misalnya seperti memasukkan benda asing ke mulut dan memicu muntah. Menurut pandangan ulama, tidak ada bedanya apakah jumlah muntahan besar atau kecil. Jika seseorang sengaja muntah dan yang keluar hanya sedikit, maka puasanya tetap batal.


Selain itu, muntah yang membatalkan puasa adalah jika muntah bergerak turun kembali ke tenggorokan seseorang padahal ia sebenarnya bisa memuntahkannya, maka puasanya batal dan ia wajib mengqadhanya. Tak cuma itu, ketika muntah itu sampai pada mulutnya lalu menelannya kembali, ia wajib mengganti puasanya. Karena hal itu telah dianggap menelan suatu makanan melewati kerongkongan.


Dikutip dari buku Rahasia Puasa dan Zakat: Al-Ghazal karangan Muhammad Bagir mengatakan, hal ini sama seperti ketika menelan kembali dahaknya yang belum melewati tenggorokan atau masih dalam batas dadanya, tidak membatalkan puasa. Namun, bila menelan kembali dahaknya itu setelah berada dalam mulut maka puasanya batal.


Masuknya sesuatu ke dalam lubang tubuh dengan disengaja


Puasa yang dijalankan seseorang akan batal ketika adanya benda yang masuk dalam salah satu lubang yang berpangkal pada organ bagian dalam yang dalam istilah fiqih biasa disebut dengan jauf. Seperti mulut, telinga, hidung. Benda tersebut masuk ke dalam jauf dengan kesengajaan dari diri seseorang.


Mengobati dengan cara memasukkan benda (makanan, obat atau benda lain) pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur). Misalnya pengobatan bagi orang yang sedang mengalami ambeien dan juga bagi orang yang sakit dengan memasang kateter urin, maka dua hal tersebut dapat membatalkan puasa.


Melakukan hubungan seksual


Bahkan, dalam konteks ini terdapat ketentuan khusus, puasa seseorang tidak hanya batal dan tapi ia juga dikenai denda (kafarat) atas perbuatannya. Denda ini adalah berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, ia wajib memberi makanan pokok senilai satu mud (0,6 kilogram beras atau ¾ liter beras) kepada 60 fakir miskin. Hal ini tak lain bertujuan sebagai ganti atas dosa yang ia lakukan berupa berhubungan seksual pada saat puasa.


Keluarnya air mani


Keluarnya air mani disebabkan bersentuhan kulit. Misalnya, mani keluar akibat onani atau sebab bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya hubungan seksual. Berbeda halnya ketika mani keluar karena mimpi basah (ihtilam) maka dalam keadaan demikian puasa tetap dihukumi sah.


Haid atau nifas


Selain dihukumi batal puasanya, orang yang mengalami haid atau nifas berkewajiban untuk mengqadha puasanya. Dalam hal ini puasa memiliki konsekuensi yang berbeda dengan shalat dalam hal berkewajiban untuk mengqadha. Sebab dalam shalat orang yang haid atau nifas tidak diwajibkan untuk mengqadha shalat yang ia tinggalkan pada masa haid atau nifas.


Gila


Ketika gangguan kejiwaan terjadi pada seseorang di pertengahan melaksanakan puasanya, maka puasa yang ia jalankan dihukumi batal.


Murtad pada saat puasa


Murtad adalah keluarnya seseorang dari agama Islam. Misalnya orang yang sedang puasa tiba-tiba mengingkari keesaan Allah subhanahu wata’ala, atau mengingkari hukum syariat yang sudah menjadi konsensus ulama (mujma’ alaih). Di samping batal puasanya, ia juga berkewajiban untuk segera mengucapkan syahadat serta mengqadha puasanya.


 

 

 

Blog authors