History

18 November 1912: Lahirnya Muhammadiyah di Kampung Kauman Yogyakarta

Anonymous Anonymous
November 18, 2020
Home
History
18 November 1912: Lahirnya Muhammadiyah di Kampung Kauman Yogyakarta
Lahirnya Muhammadiyah/timurpost.id


Timurpost.id, Gorontalo -
Kampung Kauman di Yogyakarta menjadi saksi lahirnya organisasi yang didasari atas keresahan KH Ahmad Dahlan atas kemiskinan struktural umat Islam ketika itu.


Terletak di sebelah barat alun-alun Keraton Kesultanan Yogyakarta, tidak jauh dari Masjid Agung, Kampung Kauman dikenal sebagai tempat tinggal komunitas masyarakat muslim yang menjadi abdi dalem keraton. Di sanalah Ahmad Dahlan dilahirkan pada 1868.


Ia bernama kecil Muhammad Darwis bin KH Abubakar. Ayahnya, Abubakar merupakan seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta yang menjabat sebagai Ketib. Ibunya bernama Siti Aminah, putri dari KH Fadhil, seorang Penghulu Keraton Yogyakarta.


M Yusron Asrofie dalam Kyai Haji Ahmad Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya, menuliskan bahwa salah satu episode terpenting dalam kehidupan Ahmad Dahlan adalah upayanya untuk meluruskan arah kiblat pada 1898. Tepat setelah dirinya menunaikan ibadah haji yang pertama (1890). Upaya tersebut menemui resistensi yang kuat dari Penghulu Keraton, KH Mohammad Kholil Kamaludiningrat.


Ahmad Dahlan benar-benar terlihat memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan pembaruan Islam di Indonesia setelah melaksanakan ibadah haji yang kedua (1903-1904). Gagasan pembaruan itu diperoleh Kiai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kiai Nawawi dari Banten, Kiai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kiai Fakih dari Maskumambang.


Juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.


Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu, telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kiai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kiai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.


Selain itu, melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, Kiai Dahlan tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur'an dan Hadist. Oleh karena itu Beliau memberikan pengertian keagamaan di rumahnya di tengah kesibukannya sebagai Khatib dan pedagang.


Awalnya ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa.


Dengan semua keresahan itu, maka pada 18 November 1912 yang bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 H, didirikanlah sebuah organisasi bernama Muhammadiyah. Kata Muhammadiyah sendiri secara bahasa berarti pengikut Nabi Muhammad. Penggunaan kata Muhammadiyah dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.


Organisasi baru ini diajukan Kiai Dahlan pengesahannya pada 20 Desember 1912 dengan mengirim Statuten Muhammadiyah (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914.


Dalam Statuten Muhammadiyah yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya Muhammadiyah dan tempatnya di Yogyakarta.


Sedangkan tujuan pendiriannya adalah untuk "menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta" dan "memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya".


Nama Muhammadiyah pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu. Muhammad Sangidu merupakan seorang Ketib Anom Keraton Yogyakarta dan tokoh pembaharuan yang kemudian menjadi penghulu Keraton Yogyakarta.


Nama Muhammadiyah kemudian diputuskan Ahmad Dahlan setelah melalui salat istikharah. Artinya, untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi. Sebagaimana tradisi kiai atau dunia pesantren. Pemberian nama Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan diharapkan warga Muhammadiyah dapat mengikuti Nabi Muhammad SAW dalam segala tindakannya.(tp***)

Blog authors