Illuminati si Elit Pengendali Dunia, antara Fakta dan Mitos


timurpost.id - Belakangan Baskara Putra alias Hindia menjadi sorotan publik usai konsernya diduga menyebarkan satanic dan illuminati. Simbol-simbol dalam konsernya itu ditengarai serupa atau mirip dengan simbol aliran yang kontroversial tersebut.

Tudingan itu muncul lantaran adanya patung yang diduga simbol satanis di atas panggung. Momen itu lah yang ramai menimbulkan perdebatan warganet.

Tak hanya konsernya, salah satu lagu yang disorot adalah single yang berjudul Matahari Tenggelam dengan liriknya ‘Kudoakan kita semua, masuk neraka’. Sementara, bagi sebaguan warganet, neraka berkonotasi dengan ‘teman setan’.

Bagi penggemar Hindia, suguhan Hindia itu merupakan bagian dari pertunjukan konser. Mereka menyebut jika memang begitulah gimmick atau tema penampilan yang biasa disuguhkan Baskara di atas panggung.

Terlepas dari perdebatan tersebut, tentu banyak yang penasaran dengan dua istilah yang viral, satanic dan illuminati. Lantas, siapa atau apakah illuminati itu?

Mengutip berbagai sumber, Illuminati (bentuk plural dari bahasa Latin illuminatus, "tercerahkan") adalah nama yang diberikan kepada beberapa kelompok, baik yang nyata (historis) maupun fiktif.

Secara historis, nama ini merujuk pada Illuminati Bavaria, sebuah kelompok rahasia pada Zaman Pencerahan yang didirikan pada tanggal 1 Mei tahun 1776.

Sejak diterbitkannya karya fiksi ilmiah postmodern berjudul The Illuminatus! Trilogy (1975-7) karya Robert Shea dan Robert Anton Wilson, nama Illuminati menjadi banyak digunakan untuk menunjukkan organisasi persekongkolan yang dipercaya mendalangi dan mengendalikan berbagai peristiwa di dunia melalui pemerintah dan korporasi untuk mendirikan Tatanan Dunia Baru.

Dalam konteks ini, Illuminati biasanya digambarkan sebagai versi modern atau keberlanjutan dari Illuminati Bavaria.

Gerakan ini didirikan pada tanggal 1 Mei 1776 di Ingolstadt (Bavaria Atas) dengan nama Ordo Illuminati, dengan anggota awalnya sebanyak lima orang dan dipelopori oleh Adam Weishaupt (m. 1830).

 Dia adalah profesor hukum kanon di Universitas Ingolstadt yang dikelola tarekat Yesuit, sebagai satu-satunya profesor dari kalangan non klerikal (bukan kaum religius).

Kelompok ini terdiri dari para pemikir bebas sebagai perwujudan Pencerahan dan tampaknya mencontoh Freemason.

Anggota Illuminati melakukan sumpah rahasia dan berikrar untuk mengabdi kepada atasan mereka. Anggotanya dibagi menjadi tiga kelas, masing-masing dengan beberapa tingkatan, dan banyak cabang Illuminati menarik anggota dari loji Mason yang sudah ada.

Illuminati di Zaman Modern
Mengutip CNN, salah satu hal yang kerap dikaitan dengan Illuminati adalah tatanan dunia baru (New World Order). Para pengusung teori konspirasi percaya bukti-bukti pengaruh illuminati ada pada beberapa peristiwa publik.

Gagasan tentang Illuminati modern yang berkonspirasi untuk menguasai dunia menjadi keyakinan khusus yang dipegang teguh oleh segelintir fan hingga 1990-an.

Internet berperan penting; memberikan teori konspirasi kesempatan menyebar ke publik dunia. Teknologi ini membuat para penganutnya bisa memberikan penjelasan panjang lebar sambil menyajikan 'bukti' kepada khalayak luas.

Para penggemar teori konspirasi secara obsesif menganalisis momen atau fasilitas publik sebagai "bukti" pengaruh Illuminati. Misalnya, mengaitkan segitiga, pentagram, kambing, mata, seperti yang ada pada uang dollar AS, dan nomor 66.

Survei yang dikumpulkan oleh Public Policy Polling pada 2013 menyebut 28 persen pemilih AS percaya sebuah kekuatan elite dengan agenda global berkonspirasi untuk mengatur dunia secara otoriter.

Survei itu juga menemukan bahwa 34 persen dari para pendukung Partai Republik dan 35 persen yang independen percaya terhadap ancaman tatanan dunia baru, dibandingkan dengan 15 persen pendukung Partai Demokrat.

Beberapa selebritis AS semisal Beyonce dan Jay-Z bahkan dikaitkan dengan Tatanan Dunia Baru. Pasalnya, mereka kerap menghadirkan simbol-simbol yang dikaitkan dengan illuminati dalam karya dan penampilannya.

Rob Brotherton, seorang profesor di Barnard College dan penulis Suspicious Minds: Why We Believe in Conspiracy Theories, menjelaskan bahwa konspirasi pemerintah dalam kehidupan nyata menargetkan orang kulit hitam di Amerika.

Misalnya, infiltrasi FBI terhadap gerakan Hak Sipil pada 1950-an dan 60-an, serta popularitasnya di antara artis dan penggemar hip-hop.

"Hip-hop berfungsi sebagai [kotak sabun] ini bagi orang-orang untuk berbicara tentang masalah yang relevan dengan mereka, hal-hal seperti diskriminasi, kemiskinan, sistem peradilan pidana, yang sering kali tampaknya miring terhadap orang Afrika-Amerika" .

"Ini adalah lompatan singkat untuk beralih dari memantau ketidakadilan menjadi memikirkan apakah yang ada di balik sesuatu. Hip-hop adalah kandidat yang baik untuk menghidupkan kembali mitos ini," katanya.